LENSAPUBLIKASI, LAMPUNG. Bawaslu RI bekerjasama dengan Perkumpulan Media Online Indonesia (MOI) mengadakan sosialisasi Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) 2020 (13/03) di Nusa Tenggara Barat (NTB). Sejumlah daerah di NTB akan menggelar Pilkada, di antaranya masuk zona yang rawan.
Hadir sebagai narsumber Ketua DPP MOI Bidang Networking, M. Ikhsan Tualeka, Ketua Bawaslu NTB Khuwailid dan Perwakilan Polda NTB. Peserta yang hadir adalah perwakilan partai politik, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kepemudaan dan tokoh masyarakat.
Ikhsan Tualeka dalam paparannya mengatakan, meski ini bukan pengalaman pertama Indonesia menghadapi pemilu secara langsung, tapi pemetaan kerawanan oleh Bawaslu RI harus tetap dilakukan jelang pemilu untuk mengantisipasi setiap potensi konflik.
“Antisipasi menjadi penting apalagi pemilu kini di era distruptif, yang turut melanda media komunikasi, di mana setiap orang bisa menjadi jurnalis dengan makin maraknya penggunaan media sosial. Informasi bisa menyebar dengan mudah tanpa filter dan tak terkendali,” jelang Ikhsan.
Menurut Ikhsan, keadaan ini mengakibatkan polarisasi politik lebih menguat dan tegas. Friksi dapat kian tajam di masyarakat, masing-masing kelompok bisa merasa paling benar. Implikasinya gesekan di dunia maya, bisa mendorong konflik bergeser di ranah realitas.
“Belum lagi soal potensi pemilih milenial yang besar, ceruk pemilih ini memang lebih aktif dan agresif. Elemen ini harus mampu ditingkatkan kapasitasnya agar dalam penggunaan media sosial lebih produktif dan tak kemudian menjadi matarantai penyeberangan informasi dan berita yang kontraproduktif,” tegas Ikhsan.
Untuk itu menurutnya masyarakat harus turut mengawasi dan berpatisipasi dalam setiap proses pelaksanaan pemilu. Selain itu penggunaan media sosial juga harus betanggungjawab. Mekanisme verifikasi dan tabayun harus dilakukan saat menerima atau akan menyebarkan satu berita dan informasi.
“Bila berita yang diterima benar, harus dilihat lagi, jika bermanfaat bisa disebarkan, namun bila tidak bermanfaat, tak perlu dibagikan. Begitu pula dengan berita bohong, tentu harus dibuang atau dihapus, apalagi kalau fitnah atau ujaran kebencian mestinya bisa langsung dilaporkan ke pihak berwajib”, urai Ikhsan.
Sementara itu, Ketua Bawaslu NTB, Khuwailid berharap sosialisasi yang dilakukan pihaknya dapat menjadi semacam peringatan agar daerah-daerah di NTB, khususnya di Lombok Tengah yang masuk urutan ketiga dalam zona rawan pemilu 2020 bisa mengantisipasi setiap potensi kerawanan yang ada.
“Kita di NTB punya pengalaman masuk dalam zona rawan konflik dalam beberapa kali pelaksanaan pilkada, tapi kita mampu membunjukan bahwa IKP tak mesti berbanding lurus dengan kenyataan dilapangan, itu artinya tahun ini pun kita bisa lewati proses pemilu dengan baik”, harapnya.
Bawaslu RI bekerjasama dengan Perkumpulan Media Online Indonesia (IOI) mengadakan sosialisasi Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) 2020 (13/03) di Nusa Tenggara Barat (MTB). Sejumlah daerah di NTB akan menggelar Pilkada, di antaranya masuk zona yang rawan.
Hadir sebagai narsumber Ketua DPP MOI Bidang Networking, M. Ikhsan Tualeka, Ketua Bawaslu NTB Khuwailid dan Perwakilan Polda NTB. Peserta yang hadir adalah perwakilan partai politik, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kepemudaan dan tokoh masyarakat.
Ikhsan Tualeka dalam paparannya mengatakan, meski ini bukan pengalaman pertama Indonesia menghadapi pemilu secara langsung, tapi pemetaan kerawanan oleh Bawaslu RI harus tetap dilakukan jelang pemilu untuk mengantisipasi setiap potensi konflik.
“Antisipasi menjadi penting apalagi pemilu kini di era distruptif, yang turut melanda media komunikasi, di mana setiap orang bisa menjadi jurnalis dengan makin maraknya penggunaan media sosial. Informasi bisa menyebar dengan mudah tanpa filter dan tak terkendali,” jelang Ikhsan.
Menurut Ikhsan, keadaan ini mengakibatkan polarisasi politik lebih menguat dan tegas. Friksi dapat kian tajam di masyarakat, masing-masing kelompok bisa merasa paling benar. Implikasinya gesekan di dunia maya, bisa mendorong konflik bergeser di ranah realitas.
“Belum lagi soal potensi pemilih milenial yang besar, ceruk pemilih ini memang lebih aktif dan agresif. Elemen ini harus mampu ditingkatkan kapasitasnya agar dalam penggunaan media sosial lebih produktif dan tak kemudian menjadi matarantai penyeberangan informasi dan berita yang kontraproduktif,” tegas Ikhsan.
Untuk itu menurutnya masyarakat harus turut mengawasi dan berpatisipasi dalam setiap proses pelaksanaan pemilu. Selain itu penggunaan media sosial juga harus betanggungjawab. Mekanisme verifikasi dan tabayun harus dilakukan saat menerima atau akan menyebarkan satu berita dan informasi.
“Bila berita yang diterima benar, harus dilihat lagi, jika bermanfaat bisa disebarkan, namun bila tidak bermanfaat, tak perlu dibagikan. Begitu pula dengan berita bohong, tentu harus dibuang atau dihapus, apalagi kalau fitnah atau ujaran kebencian mestinya bisa langsung dilaporkan ke pihak berwajib”, urai Ikhsan.
Sementara itu, Ketua Bawaslu NTB, Khuwailid berharap sosialisasi yang dilakukan pihaknya dapat menjadi semacam peringatan agar daerah-daerah di NTB, khususnya di Lombok Tengah yang masuk urutan ketiga dalam zona rawan pemilu 2020 bisa mengantisipasi setiap potensi kerawanan yang ada.
“Kita di NTB punya pengalaman masuk dalam zona rawan konflik dalam beberapa kali pelaksanaan pilkada, tapi kita mampu membunjukan bahwa IKP tak mesti berbanding lurus dengan kenyataan dilapangan, itu artinya tahun ini pun kita bisa lewati proses pemilu dengan baik”, harapnya.
Sumber berita MOI/Edian